Senyawa Flavonoid
Sejarah Senyawa Flavonoid Ilmu kimia
senyawa-senyawa fenol yang ditemukan di alam mengalami kemajuan yang pesat
setelah Kekule berhasil menetapkan struktur cincin aromatic. Bahkan, struktur
dari beberapa senyawa fenol telah dapat ditetapkan sejak abad ke-19. Oleh
karena itu, ilmu kimia senyawa-senyawa fenol kadang-kadang dianggap sudah
usang. Akan tetapi topic-topik yang menarik mengenai senyawa-senyawa itu terus
menerus muncul dengan adanya penemuan-penemuan baru. Dengan demikian,
senyawa-senyawa fenol dapat dianggap sebagai cabang dari ilmu kimia bahan alam
yang terus berkembang.
Sifat-sifat
kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi dari segi biogenetic senyawa senyawa
ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam
shikimat atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang berasal dari
jalur asetat-malonat.
Ada
juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu
menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan
kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning
atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua
warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis
flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak
sejenis ulat tertentu.
Pengertian dan Struktur Flavonoid
Flavonoid
adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai
konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan
terikat atauterkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid
telahdiidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan bunga,
buah,dan daun (de Groot & Rauen, 1998).Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid
(yaitu flavonoid tanpa gula terikat)terdapat dalam berbagai bentuk struktur.
Semua flavonoid mengandung 15 atomkarbon dalam inti dasar yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yaitu duacincin
aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B,
dan C,atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka
biasa untuk cincin A dan C, serta angka “beraksen” untuk cincin B (gambar1).
Gambar 1. Struktur Flavonoid
(Markham, 1988 : 3)
Sifat Kelarutan Flavonoid
Aglikon
flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga
dapat larut dalam basa, tetapi bila dibiarkan dalam larutan basa dan di
samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai
sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih,atau suatu gula, flavonoid merupakan
senyawa polar, maka umumnya flavonoidcukup larut dalam pelarut polar seperti
etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-sulfoksida, dimetilformamida, air,
dan lain-lain (Markham, 1988 : 15).Adanya gula yang terikat pada flavonoid
(bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut
dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan
pelarut yang baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar
seperti isoflavon, flavanon, danflavon serta flavonol yang termetoksilasi
cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham,
1988 : 15).
Kromatogram Flavonoid
Flavonoid terutama berupa senyawa
yang larut dalam air. Mereka dapatdiekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada
dalam lapisan air setelah ekstrak inidikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid
berupa senyawa fenol, karena ituwarnanya berubah bila ditambah basa atau
amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan
(Harborne, 1987 : 70).
Spektrum Flavonoid Umum
Spektroskopi
serapan lembayung dan serapan sinar tampak digunakan untuk membantu
mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu,
kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan
dengan menambahkan pereaksi (pereaksi geser) ke dalam larutancuplikan dan
mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Cara ini bergunauntuk
menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu
gugushidroksil fenol (Markham, 1988 : 38).Spektrum flavonoid (gambar 2)
biasanya ditentukan dalam larutan denganpelarut
metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada
rentang240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan
kekuatannisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai
sifatflavonoid dan pola oksigenasinya.
Spektrum
khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara (5,7,4‟)
adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita Idalam dihidroflavon,
dihidroflavonol, dan isoflavon. Ciri nisbi ini tidak berubah,bahkan bila pola
oksigenasi berubah, sekalipun rentang maksimal serapan pada jenis
flavonoid (tabel 2) yang berlainan tumpang tindih sebagai keseragaman
polaoksigenasi. Keseragaman dalam rentang maksimal ini akan bergantung pada
polahidroksilasi dan pada derajat substitusi gugus hidroksil (Markham, 1988 :
39).
Flavonoid sebagai Antioksidan
Berbagai sayuran dan buah-buahan
yang dapat dimakan mengandungsejumlah
flavonoid. Konsentrasi yang lebih tinggi berada pada daun dan kulitkupasannya
dibandingkan dengan jaringan yang lebih dalam. Stavric dan Matula(1992)
melaporkan bahwa di negara-negara Barat, konsumsi komponen flavonoid bervariasi
dari 50 mg sampai 1 g per hari dengan 2 jenis flavonoid terbesar berupa quersetin
dan kaempferol.Sebagai antioksidan, flavonoid dapat menghambat penggumpalan
keping-keping sel darah, merangsang produksi nitrit oksida yang dapat
melebarkan(relaksasi) pembuluh darah, dan juga menghambat pertumbuhan sel-sel
kanker.
Flavonoid
juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi,
dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama
terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil
(Huguet, et al., 1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini memiliki
afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe
diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang menyebabkanterbentuknya
radikal bebas). Aktivitas antiperoksidatif flavonoid ditunjukkanmelalui
potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanas‟av,et al., 1989 ; Morel,et al.,1993).
Radikal Bebas
Istilah
radikal bebas merujuk ke atom atau gugus atom apa saja yangmemiliki satu atau
lebih elektron tak berpasangan. Karena jumlah elektron ganjil,maka tidak semua
elektron dapat berpasangan. Meskipun suatu radikal bebastidak bermuatan positif
atau negatif, spesi semacam ini sangat reaktif karenaadanya elektron tak berpasangan. Suatu radikal bebas biasanya dijumpai
sebagaizat antara yang tak dapat diisolasi usia pendek, sangat reaktif,
dan berenergi tinggi(Fessenden, 1997 : 223). Radikal bebas bisa terbentuk,
misal ketika komponen makanan diubahmenjadi bentuk energi melalui proses
metabolisme. Pada proses metabolisme inisering kali terjadi kebocoran elektron.
Dalam kondisi demikian, mudah sekaliterbentuk radikal bebas, seperti anion
superoksida, hidroksil, dan lain-lain.Radikal bebas juga dapat terbentuk dari
senyawa lain yang sebenarnya bukanradikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi
radikal bebas. Misal, hidrogenperoksida (H2O2), ozon, dan lain-lain. Kedua
kelompok senyawa tersebut seringdiistilahkan sebagai Senyawa Oksigen Reaktif
(SOR) atau Reactive OxygenSpecies (ROS) (Winarsi, 2011 : 12). Sementara
Supari (1996) berpendapat bahwa pada dasarnya radikal bebas dapat terbentuk
melalui 2 cara, yaitu secara endogen (sebagai respon normal proses biokimia
intrasel maupun ekstrasel) dan secara eksogen (polusi, makanan).Secara
biokimia, proses pelepasan elektron dari suatu senyawa disebutoksidasi.
Sementara, proses penangkapan elektron disebut reduksi. Senyawa yangdapat
menarik atau menerima elektron disebut oksidan atau oksidator, sedangkan senyawa
yang dapat melepaskan atau memberikan elektron disebut reduktan ataureduktor
(Winarsi, 2011 : 12).Elektron yang tidak berpasangan dalam senyawa radikal
memiliki kecenderungan untuk mencari pasangan. Caranya, menarik atau
menyerangelektron dari senyawa lain. Hal ini mengakibatkan terbentuknya senyawa
radikal baru.
X:H +·O-H
X·+ H-O-H
Menurut
Soeatmaji (1998), yang dimaksud radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul
yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut
sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang atau mengikat elektron
molekul yang berada di sekitarnya. Jika elektron yang terikat oleh senyawa
radikal bebas tersebut bersifat ionik, dampak yang timbul memang tidak
begitu berbahaya. Akan tetapi, bila elektron yang terikat radikal bebas berasal
dari senyawa yang berikatan kovalen, maka akansangat berbahaya karena ikatan
digunakan secara bersama-sama pada orbitalterluarnya. Umumnya, senyawa yang
memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar (biomakromolekul) seperti
lipid, protein, maupun DNA (Winarsi,2011 :15). Target utama radikal bebas
adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk
karbohidrat. Dari ketiga molekul targettersebut, yang paling rentan terhadap
serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh (Winarsi, 2011 :
17).Sadikin (2011) berpendapat bahwa serangan radikal bebas terhadap
molekulsekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai yang kemudian menghasilkan
senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas bermacam-macam,
mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun,penyakit degeneratif,
hingga kanker.
Beberapa
senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah sebagai berikut:
a.
Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang
paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin
merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya
terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam larutan netral
atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut
yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang
mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya harus disimpan di tempat gelap serta
sebaiknya didinginkan. Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk bila
antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat enam jenis secara
umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan
delfinidin.
Antosianidin
adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida
antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani
antho-, bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk
warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling
umum adalah antosianidin, sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen dari
pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-buahan dan 50 persen dari bunga.
Kebanyakan
warna bunga merah dan biru disebabkan antosianin. Bagian bukan gula dari
glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu tipe garam
flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, sebagian
bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga
mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar
merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada
dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah proton dari salah satu gugus
fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indikator asam-basa. Istilah
garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan senyawa tidak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan
flavonol, yang berwarna kuning.
Dalam
pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah, daun
segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus digerus dengan MeOH.
Ekstraksi hampir segera terjadi seperti terbukti dari warna larutan. Flavonoid
yang kepolarannya rendah dan yang kadang-kadang terdapat pada bagian luar
tumbuhan, paling baik diisolasi hanya dengan merendam bahan tumbuhan segar
dalam heksana atau eter selama beberapa menit.
Stabilitas Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan warna.
Stabilitas Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan warna.
Warna
pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga,
buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida
yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan
kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin
pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna
merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Pada
umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang
sesuai. Jika zat warna tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan
larutan buffer asetat, demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda
maka harus dilakukan penyesuaian larutan buffer.
Warna
merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen yang sama
yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa garam
asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi pigmen juga
sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer antosianin
berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi
biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah warna antosianin. Dalam
pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan banyak
menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah.
Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna
menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah
terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan
ion logam, antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet.
Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu
mendapat lapisan khusus (lacquer).
b.
Flavonol
Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam berbagai bentuk terhidroksilasi.
makasi kag, ini membantu banget
BalasHapustapi kalo boleh tau daftar pustaka nya dari mana ya? terimakasih
Satu-satunya fakultas SAINTEK di Sumatera Utara http://fst.uma.ac.id/ yang memiliki program studi biologi terbaik http://biologi.uma.ac.id/ dengan fasilitas laboratorium yang lengkap dan sarana prasarana perkuliahan yang sangat memadai. Mari bereksperimen bersama kami di fakultas #SainsdanTeknologiUMA kampus sehat, kampus bestari http://www.uma.ac.id
BalasHapus